Jangan Pernah Menjadi Covidiot
Oleh : Ust. H. Yuyun Wahyudin, S.S., M.Pd.I
Sejatinya bagi orang mukmin bukan hal yang
berat untuk mempercayai keberadaan virus sebagai makhluk Allah (annahu
al-haqqu min rabbihim) yang tidak kasat mata—apalagi ia masih dapat
diidentifikasi oleh sains—anggap saja makhluk gaib seperti jin, dan
malaikat yang mesti diakui keberadaannya. Oleh karena itu, adalah aneh jika
masih ada orang yang mempertanyakan keberadaannya atau mempetakonflikkan segala
hal yang berkaitan dengannya, sehingga memunculkan keraguan dan mengaburkan
kewaspadaan di kalangan masyarakat.
Dalam kondisi pandemi seperti ini mari
belajar untuk meng-imani covid sebagai kenyataan, bahkan kebenaran dari Tuhan,
meskipun awalnya berasal dari negeri Cina, yang terjadi "biidznillah";
Mari belajar untuk tidak menjadi seorang "covidiot" yaitu
orang yang menyangkal, berdalih dalih, menganggap C-19 hanya flu biasa
saja, dan menolaknya sebagai pandemi, meskipun ia sendiri sebenarnya
cemas. Seorang covidiot ia tidak akan peduli pada kesehatan atau keselamatan
orang lain, karena ia lebih memilih memprioritaskan kepentingan dirinya
sendiri; Mari belajar untuk tidak membahyakan orang lain dan diri sendiri (yang
dalam bahasa agama disebut "la dlororo wa la dliroro"): sehat untuk
diri, sehat untuk orang, dan sehat untuk bersama.
Memang tidak mudah menghadapi wabah semacam ini, selain harus patuh dengan protokol kesehatan, perlu kesabaran tingkat "ulul-azmi" untuk menekan ego dari semua pihak, baik yang langsung maupun tidak langsung merasakan dampak dari gelombang tsunami covid 19 ini.
Selain itu, sebagai orang yang beriman tentu
saja dituntut untuk terus berupaya meningkatkan intensitas hubungan kehambaan
kita dengan Allah melalui sholat (doa) sebagai pemilik kehidupan ini.
Insya Allah, melalui kesabaran yang
dilandasi dengan keimanan untuk menjalani dan menerima takdir pandemi ini,
Tuhan menyediakan pahala yang luar biasa serupa dengan ke-syahid-an,
sebagaimana dalam sebuah hadits Nabi Saw: Aisyah ra. pernah bertanya pada
baginda Rasul saw. mengenai thoun (wabah, pandemi), lalu
baginda mengabarinya bahwa ia adalah siksa bagi orang yang Allah kehendaki,
namun Dia telah menjadikannya sebagai "rahmat" bagi orang yang
beriman, oleh karena itu tidak ada seorang hamba pun yg mengalami pandemi,
sehingga ia mesti tinggal (mengkarantina diri) di daerahnya dalam keadaan
sabar, dan mengharap ridlo Allah karena ia yakin bahwa tidak ada yang
akan menimpanya selain apa yang telah Allah tetapkan baginya kecuali
ia akan medapatkan pahala yang sebanding dengan pahala ke-syahid-an.
wa Allahu Alam. wa Allahu al-muwaffiq ila
aqwami al-thariq
Bandung, 26 Juni 2021
Ust. H. Yuyun Wahyudin, S.S., M.Pd.I,
Pengajar (Asatidz)
di Pondok Pesantren Al-Quran Al-Falah Nagreg Bandung
Kanal Youtube (Wahyu Institute)
-
27 Jun 2021 15:26:58
MasyA Allah, ust. Betul sekali. Semoga Kita semua selalu dalam lindungan yang kuasa. Sehata selalu Ustadku.
-
27 Jun 2021 15:28:45
Herd Stupidity vs herd immunity.
-
27 Jun 2021 15:41:02
Sekilas, wabah Ini seperTi "hal yang tidak terskenariokan di lauh mahfudz", padahal jika ditafakuri lebih jauh, Sebaliknya, ini adalah cobaan terhadap pelbagai Sisi kehidupan manusia. Apakah dengan waBah ini membuat manusia semakin dekat dengan-Nya? Atau justru sebaliknya. Terima kasih tulisannya ustadz.
-
27 Jun 2021 18:43:36
hatur nuhun ustadz
4 Comments